Rabu, 28 Oktober 2009

Sulit Belajar Matematika ?

Mayoritas orangtua hampir selalu memprotes, mengapa tangkapan tentang tingkatan Logika Matematika mereka kontras dengan profil hasil pengukuran putra-putri mereka. Terdapat pola pemahaman bahwa profil hasil asesmen IISA Assessment, Consultancy & Research Centre tentang Logika Matematika anak persis identik dengan nilai rapor pelajaran Matematika. Padahal Logika Matematika dan nilai Matematika di kelas lebih sering berhubungan secara linear negatif.

Pada nilai di kelas Matematika, seorang siswa baru berhasil mengerjakan soal dan menghasilkan tingkat skor tinggi, terutama apabila siswa menguasai rumus atau formula Matematika; sebaliknya pada Logika Matematika seseorang yang memiliki tingkatan tinggi pada Logika Matematika adalah yang mampu menemukan rumusan atau formula berdasarkan masalah yang berhasil dipecahkannya. Simpulan singkatnya, keberhasilan mengerjakan soal Matematika di kelas lebih ditopang oleh pendekatan deduktif, yakni dari rumusan ke terapan; sedang tingkatan tinggi dalam Logika Matematika mempersyaratkan ketajaman daya penemuan formula yang mempersyaratkan pendekatan induktif.

Database IISA Assessment, Consultancy & Research Centre menunjukkan pola menarik. Dari sekitar enam belas anak dengan kualifikasi yang berada pada peringkat sepuluh besar Olimpiade Matematika, baik yang regional maupun nasional, memiliki tingkatan Logika Matematika di atas 80 (dari skala 1 hingga 100). Yang remeh namun menarik, mereka adalah anak-anak yang dalam keseharian mereka terlibat dalam aktivitas kerumahtanggaan (house-holding activities), mulai dari menyapu, mengepel lantai, memasak, mencuci piring/pakaian, dsb.

Telusur punya telusur, aktivitas kerumahtanggan ini berkorelasi positif dengan kecerdasan Logika Matematika yang memungkinkan anak menemukan pola kausalitas (hubungan sebab-akibat) dari suatu kejadian.